SEJARAH SINGKAT
Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan [Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Kuningan Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.
Setelah keluarga van Os, rumah ini pernah dijadikan markas besar tentara Jepang, kemudian Belanda, dan Indonesia. Akhirnya adalah Maria Ulfah Santoso, Menteri Sosial pada masa Kabinet Sjahrir II (Maret-Oktober 1946) yang mendapat ide untuk menjadikan rumah ini sebagai tempat berlangsungnya perundingan Indonesia dan Belanda.
Setelah perundingan, rumah difungsikan sebagai sekolah. Hanya sebuah sekolah kecil, Sekolah Dasar Negeri Linggarjati, dengan murid-murid yang tak seberapa dan tak mampu membiayai pemeliharaan infrastrukturnya. Seiring dengan tahun-tahun yang berlalu, rumah pun tua dimakan usia, atap mulai bocor, di sana-sini cat mengelupas. Hingga suatu ketika di tahun 1985, sang rumah berhasil diperjuangkan untuk dikukuhkan sebagai cagar budaya dan mulai memiliki nama Gedung Perundingan Linggarjati. Gedung pun mulai direnovasi.
Spoiler for :
Quote:
Linggarjati berada di kaki Gunung Ciremai, Di Kabupaten Kuningan. Di sini, di sebuah rumah yang sejak 1985 bernama resmi Gedung Perundingan Linggarjati pernah berlangsung perundingan antara Indonesia dan Belanda (11-12 November 1946). Perundingan ini yang kemudian melahirkan Perjanjian Linggarjati. Spoiler for : |
Quote:
Memasuki ruang tamu Museum Linggarjati, segera kita akan menyaksikan ruang perundingan. Barisan kursi di sebelah kiri ditempati pihak Indonesia, dipimpin oleh perdana menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir. Inggris bertindak sebagai mediator diwakili oleh diplomat Inggris Lord Killearn (Utusan Khusus Inggris untuk Asia Tenggara, berkedudukan di Singapura). Barisan kursi sebelah kanan diduduki pihak Belanda. Spoiler for : |
Quote:
Selama berlangsungnya perundingan, Museum Linggarjati juga berfungsi sebagai tempat menginap Lord Killearn dan beberapa delegasi Belanda (Schermerhorn, Ivo Samkalden, P.Sanders. Letnan Gubernur Jenderal van Mook dan anggota delegasi lainnya lagi menginap di Kapal Perang Banckert). Sedangkan delegasi Indonesia menginap di rumah Bung Sjahrir di Linggasana, desa tetangga Linggarjati, sekitar 20-25 menit jalan kaki dari Museum. Spoiler for : |
Quote:
Ini adalah ruangan perundingan yang menjadi saksi bisu,dimana terdapat kesepakatan yang berjumlah 17, diantaranya adalah Belanda mengakui kedaulatan NKRI secara De Facto, namun perundingan ini dilanggar Belanda melakukan Agresi Militer pada tanggal 21 Juli 1947.Di dinding ruang perundingan kita dapat menyaksikan foto-foto dokumentasi peristiwa di seputar perundingan Linggarjati, yang diperoleh dari Kedutaan Belanda. Diantaranya adalah foto wartawan mancanegara mengetik naskah berita di pagar tangga rumah Bung Sjahrir di Linggasana. Spoiler for : |
Quote:
Di salah satu kamar Museum Linggarjati kita akan menemukan sebuah kamar yang ditempati Presiden pertama kita Ir.Soekarno, kamar ini masih utuh sesuai dengan tata ruang aslinya, baik itu sprei gorden, maupun aksesoris - aksesoris lainnya. Spoiler for : |
Setelah perundingan, rumah difungsikan sebagai sekolah. Hanya sebuah sekolah kecil, Sekolah Dasar Negeri Linggarjati, dengan murid-murid yang tak seberapa dan tak mampu membiayai pemeliharaan infrastrukturnya. Seiring dengan tahun-tahun yang berlalu, rumah pun tua dimakan usia, atap mulai bocor, di sana-sini cat mengelupas. Hingga suatu ketika di tahun 1985, sang rumah berhasil diperjuangkan untuk dikukuhkan sebagai cagar budaya dan mulai memiliki nama Gedung Perundingan Linggarjati. Gedung pun mulai direnovasi.
No comments:
Post a Comment